Sabar, akan sampai juga!
 Matius 11,2-11, Yesaya 35,1-6a.10 dan Yakobus 5,7-10

Sebuah ilustrasi: Jalan ke surga itu begitu sempit, jadi tidak bisa saling mendahului. Ada seorang muda mulai kesal dan selalu melihat ke jam tangannya, karena di depannya ada seorang nenek tua yang jalannya lambaaaat sekali. Tiba-tiba nenek itu balik dan bertanya: kamu mau ke surga juga ya? Dengan kesal orang muda itu jawab: Ia dong. Lantas si nenek balik lagi: Oh kalau begitu kamu salah jalan. Ini jalan ke surga. Jalan ke nereka itu di bawah sana. Meloncat saja ke bawah. ‘Dasar nenek tuli,’ orang mudah mengeluh. ‘Eh orang muda saya itu tidak tuli. Saya cuman bercanda. Habis mukamu cemberut tidak sabaran. Sayangkan punya wajah tampan gituan tapi kelihatan tidak berahmat. Orang muda itu tersipu-sipu karena dibilang ganteng. Si nenek itu mulai bercerita lucu. Mereka tertawa terbahak-bahak. Si orang muda itu pun tak ketinggalan mengeluarkan ceritanya yang perlu banyak perlu disensor. Tidak terasa mereka sampai di surga. Si nenek itu berkata: Anak muda kita sudah sampai. Untung kamu sabar, kalau kamu berlari dan buru-buru, kamu akan jatuh ke bawah sana. Si nenek itu adalah Tuhan sendiri

Kesabaran dalam dunia modern menjadi sesuatu yang langka. Yang menjadi tolak ukur adalah kecepatan. Semakin cepat semakin baik. Karena ingin cepat, kita buru-buru, tidak sabar akhirnya kehilangan hal-hal yang penting dalam hidup kita. Orang ingin sampai di tujuan dengan cepat, biar lampu masih merah, sudah melaju dengan cepat. Tidak jarang terjadi kecelakaan di mana orang tidak hanya kehilangan satu detik tetapi juga seluruh hidupnya.

Begitu juga ketika kita menghadapi persoalan hidup yang begitu banyak baik itu penyakit, kemalangan, penderitaan, kemiskinan, malapetaka, bencana alam, atau pun peperangan. Kita ingin Tuhan menyelesaikan semuanya itu dengan cepat. Kesabaran kita sudah habis. Akhirnya kita berteriak: Tuhan tunjukkanlah kuasamu! Makin cepat makin baik.

Tuhan punya cara sendiri dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi manusia. Dan cara Tuhan itu pada intinya adalah kesabaran.

Kesabaran itu bukan pertama-tama sesuatu yang dibebankan kepada manusia, tetapi sesuatu yang Tuhan sendiri lakukan kepada kita. Tuhan menunjukkan kesabarannya dengan menjadi seorang manusia. Tuhan sabar menjalani hidup manusia mulai dari lahir sampai mati. Dengan demikian Tuhan ikut merasakan suka duka manusia. Ia mengerti pergulatan manusia. Karena Tuhan begitu mengerti manusia, Ia sabar terhadap keterbatasan manusia, terhadap kelalaian manusia, terhadap kelambatan kita mengerti, terhadap keras kepala kita dan terhadap dosa-dosa manusia. Sekiranya Tuhan itu tidak sabar, menginginkan segalanya cepat, maka hancurlah kita. Kita perlu ingat kecepatan tinggi itu berbahaya.

Mari kita melanjutkan Perayaan Ekaristi ini dengan mengucap syukur dan bersuka cita atas kesabaran Tuhan yang begitu besar kepada kita. Amin.